Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun ini diperkirakan
akan berkontribusi pada melonjaknya angka inflasi sehingga mengoreksi
pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja industri
perbankan.
Asisten Deputi Gubernur BI Mulya Effendi Siregar menjelaskan kenaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi akan menaikkan inflasi sehingga menaikkan biaya
produksi sektor usaha (risiko kredit meningkat).
"Kenaikan harga BBM membuat risiko kredit meningkat, bank akan lebih
berhati-hati melepas kredit," kata Mulya Effendi Siregar.
Mulya menjelaskan secara umum kenaikan harga BBM bersubsidi akan menambah
beban biaya para debitur (peminjam kredit) bank.
Dengan bertambahnya beban biaya tersebut, menurut Mulya, kemampuan debitur
dalam melunasi utang kepada bank akan semakin mengecil.
"Seumpamanya debitur itu pengusaha tempe, dengan kenaikan BBM
ongkos-ongkos dia untuk beli ini itu, pergi ke mana, akan naik. Sehingga
keuntungan dia jadi mengecil, dan kemampuan untuk melunasi utang menjadi lebih
kecil, bank harus berhati-hati melepas kredit," kata dia.
Menurut Mulya, dengan kondisi ekonomi global yang masih bergejolak saja,
pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit bermasalah ("non
performing loan"/NPL) pada 2013 telah mengalami revisi.
Dengan gejolak krisis global yang belum pulih pertumbuhan kredit perbankan
diproyeksikan berada di kisaran 21,7-23,6 persen pada akhir tahun ini, dari
proyeksi sebelumnya di kisaran 22,5-24,3 persen.
Di sisi lain DPK diproyeksikan sebesar 17-17,9 persen dari sebelumnya
17,5-18,5 persen, dan NPL diperkirakan meningkat pada kisaran 1,6-2,1 persen
dari proyeksi sebelumnya 1,5-2 persen.
Biaya perbankan meningkat Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional
(Perbanas) Sigit Pramono mengatakan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi
otomatis juga akan menaikkan inflasi, sehingga berdampak pada meningkatnya
biaya perbankan.
"Secara jangka pendek pasti akan meningkatkan inflasi. Dan dampaknya
pada meningkatnya biaya perbankan," kata Sigit.
Dia mengatakan belum menghitung secara pasti berapa kenaikan biaya perbankan
yang akan disebabkan dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Termasuk terkait kemungkinan
adanya koreksi terhadap penyaluran kredit dan rasio kredit bermasalah
perbankan.
"Kami tidak memiliki kemampuan menghitung berapa tingkat inflasi yang
disebabkan kenaikan harga BBM. Sehingga kami juga belum sampai ke tahap
perhitungan adanya koreksi terhadap penyaluran kredit maupun NPL
perbankan," ujar dia.
Meskipun kenaikan harga BBM bersubsidi akan berkontribusi pada inflasi,
namun Sigit mengaku optimistis dampaknya secara jangka panjang akan baik bagi
perekonomian nasional termasuk sektor keuangan.
"Kebijakan kenaikan harga BBM ini dampaknya secara jangka panjang akan
baik. Ini dapat mengurangi beban subsidi pemerintah di sektor energi,"
ucapnya.
Menurut kepala ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto,
kenaikan harga BBM Rp500 per liter akan meningkatkan inflasi 0,7 persen.
Kenaikan inflasi akan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) yang
pada gilirannya akan direspon perbankan dengan kenaikan suku bunga dana
(kenaikkan biaya bank).
"Kalau inflasi naik, maka BI Rate kemungkinan akan naik. Kalau sudah
begitu nasabah perbankan akan meminta suku bunga simpanan naik juga, dan bank
harus menaikkan suku bunga simpanan untuk mencegah nasabah menarik
dananya," ujar Ryan.
Dia mengatakan dengan menaikkan suku bunga simpanan, bank harus berpikir
ulang melakukan stabilisasi pengeluaran dan pendapatan. Sehingga bank akan ikut
menaikkan suku bunga kredit untuk menjawab kenaikan suku bunga simpanan.
"Kalau suku bunga simpanan naik, maka otomatis suku bunga kredit harus
naik juga agar stabil," kata dia.
Ryan mengatakan jika harga BBM naik dari Rp4.500 menjadi Rp6.000-Rp6.500,
maka kontribusinya terhadap inflasi diperkirakan sebesar dua persen. Sehingga
target inflasi 2013 yang ditargetkan sebesar 4,5 persen plus minus satu persen
diperkirakan akan melonjak menjadi 5,5 persen hingga 6,5 persen.
"Dengan tingkat inflasi sedemikian lebih tinggi dari target, membuat
daya beli masyarakat merosot tajam, daya beli buruh mungkin dapat terpangkas
hingga 30 persen," ujar dia.
Meskipun kenaikan harga BBM diprediksikan menambah inflasi dua persen, namun
dia menekankan bahwa kenaikan suku bunga kredit perbankan tidak akan serta
merta mengikuti besaran kenaikan inflasi.
"Kenaikan suku bunga kredit tidak mesti mengikuti kenaikan inflasi
sebesar dua persen. Perbankan itu menaikkan kredit hanya untuk stabilisasi atas
biaya bunga simpanan yang meningkat," kata dia.
Lebih jauh Ryan mengatakan berdasarkan data yang dihimpun, meskipun kenaikan
harga BBM bersubsidi naik, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tetap berada di
atas enam persen.
Menurut dia pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 6,3-6,8 persen,
Bank Dunia 6,2 persen, Bank Pembangunan Asia (ADB) 6,4 persen, dan konsensus
ekonom diperkirakan 6,0-6,4 persen.
"BNI sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran
6,1-6,4 persen, namun analisis ini belum final, baru perkiraan awal," kata
dia.
APBN harus sehat Pemerintah menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi
diperlukan untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta
meminimalkan jebolnya anggaran subsidi.
Pemerintah dalam APBN 2013 memberikan pagu belanja subsidi energi sebesar
Rp274,7 triliun dengan perincian subsidi listrik Rp80,9 triliun dan subsidi BBM
Rp193,8 triliun dengan volume sebesar 46 juta kiloliter.
Kuota volume BBM bersubsidi diprediksi dapat mencapai 53 juta kiloliter dan
mengganggu fiskal, apabila tidak ada kebijakan yang memadai untuk mengendalikan
konsumsi BBM, yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun.
Sempat bergulir sejumlah opsi pengendalian BBM dari pemerintah antara lain
membatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi mobil pribadi, kenaikan harga BBM
bersubsidi sekaligus penyediaan BBM jenis baru seharga Rp7.000 per liter,
kenaikan BBM Rp6.500-Rp7.000 per liter hanya bagi mobil pribadi, dan kenaikan
BBM secara merata dengan kisaran harga di bawah Rp6.500 per liter.
Pemerintah sempat mengisyaratkan kecenderungannya mengambil kebijakan
kenaikan BBM dengan harga di bawah Rp6.500 per liter yang berlaku bagi seluruh
kendaraan sekaligus memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin atas
kenaikan harga tersebut.
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait, upaya menyehatkan APBN
tidak harus dengan menaikkan harga BBM. Menurut dia masih ada opsi lain seperti
meningkatkan efisiensi perjalanan dinas kementerian/lembaga (K/L) dan
meningkatkan bea masuk sektor pertambangan.
"Sebaiknya harga BBM tidak naik. Masih ada cara lain untuk menghemat
anggaran negara misalnya dengan meningkatkan efisiensi perjalanan dinas
kementerian/lembaga dan bea masuk sektor pertambangan seperti batu bara,"
kata Maruarar.
Politisi PDIP itu mengatakan apabila pemerintah memperkitakan anggaran
negara akan jebol sebesar Rp30 triliun tanpa kebijakan pengendalian BBM
bersubsidi. Maka dengan melakukan peningkatan bea masuk sektor pertambangan
batu bara, menurut dia potensi pendapatan negara bisa mencapai Rp48 triliun.
"Harus ada langkah instrumen fiskal untuk meningkatkan penerimaan
negara. Peningkatan bea masuk dan efisiensi perjalanan dinas
kementerian/lembaga itu bisa menutupi jebolnya anggaran akibat BBM, apalagi
menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan memang ada pemborosan di sektor
itu," kata dia.
Kepala Ekonom Bni Ryan Kiryanto menambahkan, apabila upaya penyehatan APBN
ditempuh dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, maka pemerintah harus
mewaspadai beberapa hal, antara lain, waktu kenaikan harga BBM yang harus
tepat, mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi infrastruktur dan memperhatikan
kepentingan masyarakat ekonomi bawah.
"Suka atau tidak suka, cepat atau lambat pemerintah harus berusaha
semaksimal mungkin menyehatkan APBN. Tidak ada satu pun kebijakan yang bisa
memuaskan banyak pihak," ujar dia.
Ryan mengatakan di sisi waktu, pemerintah harus menaikkan harga BBM
bersubsidi pada bulan Mei di mana pada bulan ini tingkat inflasi masih
tergolong rendah.
"Jika kenaikan setelah Mei, dampak kepada inflasi akan lebih berat
serta penghematan akan kurang maksimal," kata dia.
Sementara itu pemerintah juga diminta mempercepat penyerapan anggaran
belanja. Tujuannya agar ketika harga BBM naik pemerintah bisa membangun
infrastruktur untuk mempermudah pelaku usaha menjalankan bisnis yang pada
gilirannya akan mendorong perekonomian.
Pemerintah menurut dia, juga perlu memberikan perhatian kepada masyarakat
ekonomi bawah. Salah satunya bisa dengan mengkomunikasikan kenaikan BBM
bersubsidi dari sudut pandang masyarakat ekonomi bawah, sehingga masyarakat
bisa mengerti pentingnya kenaikan harga BBM bersubsidi bagi APBN dan fiskal.(ANT)
No comments:
Post a Comment